Pemutusan hubungan kerja merupakan aspek penting dalam hubungan industrial yang harus dilaksanakan dengan sangat hati-hati dan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Pengusaha tidak dapat melakukan PHK secara sewenang-wenang dan harus melalui proses perundingan yang adil. Dengan memahami prosedur, jenis, dan alasan PHK yang sah, baik pengusaha maupun pekerja dapat melindungi hak dan kewajibannya secara hukum. Melalui penerapan ketentuan hukum ketenagakerjaan secara tepat, diharapkan tercipta keadilan dan keseimbangan dalam dunia kerja di Indonesia. Berikut ulasan lengkapnya di Mekari Talenta.
Apa itu Pengertian Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)?
Pemutusan hubungan kerja (PHK) merupakan bentuk pengakhiran hubungan kerja antara pekerja dengan perusahaan yang disebabkan oleh suatu hal tertentu. Dalam praktiknya, PHK berimplikasi pada berakhirnya hak dan kewajiban antara kedua belah pihak, baik dari sisi karyawan maupun pemberi kerja. PHK dapat terjadi karena banyak faktor, mulai dari kondisi internal perusahaan hingga alasan yang berkaitan dengan pekerja itu sendiri.
Pengaturan mengenai PHK diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Undang-undang ini menjadi acuan utama dalam proses pelaksanaan PHK, termasuk hak dan kewajiban yang harus dipenuhi oleh masing-masing pihak.
Prosedur Pemutusan Hubungan Kerja
Proses dan Mekanisme PHK
Sebelum melakukan PHK, pengusaha wajib memberikan kesempatan kepada pekerja untuk membela diri. Hal ini penting agar tidak terjadi tindakan sepihak yang merugikan pekerja. Pengusaha juga diwajibkan melakukan segala upaya guna menghindari pemutusan hubungan kerja, seperti melakukan efisiensi tanpa mengurangi jumlah tenaga kerja, melakukan relokasi kerja, atau memindahkan pekerja ke bagian lain.
Jika upaya tersebut tidak membuahkan hasil, maka PHK harus dilakukan melalui prosedur yang sah. Pengusaha dan pekerja, atau melalui perwakilan serikat pekerja, perlu melakukan perundingan untuk mendapatkan kesepakatan. Bila kesepakatan tidak tercapai, maka pengusaha hanya dapat melakukan PHK setelah memperoleh penetapan dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial.
PHK Tanpa Penetapan
Terdapat beberapa kondisi tertentu yang memungkinkan PHK dilakukan tanpa penetapan lembaga penyelesaian, antara lain:
- Pekerja mengundurkan diri secara sukarela tanpa tekanan.
- Masa kontrak kerja telah berakhir.
- Pekerja dalam masa percobaan sebagaimana tertulis dalam perjanjian kerja.
- Pekerja mencapai usia pensiun.
- Pekerja meninggal dunia.
Dalam kasus ini, pengusaha cukup memberikan pemberitahuan tertulis dan hak-hak pekerja sesuai ketentuan yang berlaku.
Baca Juga: Contoh Surat Pemberhentian dan Pemutusan Hubungan Kerja
Jenis-Jenis Pemutusan Hubungan Kerja
PHK Karena Hukum
PHK karena hukum adalah PHK yang terjadi secara otomatis akibat ketentuan perundang-undangan. Contohnya adalah pekerja yang meninggal dunia atau berakhirnya perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT). Dalam hal ini, tidak diperlukan surat PHK karena hubungan kerja otomatis berakhir sesuai hukum.
PHK Secara Sepihak
PHK sepihak terjadi ketika salah satu pihak mengakhiri hubungan kerja tanpa persetujuan dari pihak lain. PHK ini dapat dilakukan oleh pengusaha akibat pelanggaran berat atau oleh pekerja melalui pengunduran diri. Meskipun sepihak, PHK ini tetap harus memenuhi syarat tertentu agar tidak melanggar hukum ketenagakerjaan.
PHK Karena Kondisi Khusus
Kondisi seperti sakit berkepanjangan atau restrukturisasi perusahaan bisa menjadi dasar PHK. Jika seorang pekerja tidak dapat melaksanakan tugasnya akibat sakit selama lebih dari 12 bulan, perusahaan berhak mengajukan PHK. Demikian juga, efisiensi kerja karena alasan bisnis dapat menjadi alasan PHK yang sah.
PHK Karena Kesalahan Berat
Pekerja yang melakukan pelanggaran berat seperti penipuan, pencurian, atau kekerasan di tempat kerja dapat dikenai PHK. Namun, perusahaan tetap harus membuktikan bahwa pelanggaran tersebut benar terjadi dan termasuk dalam kategori berat sesuai dengan aturan hukum yang berlaku.
Alasan-Alasan PHK Menurut Undang-Undang
Alasan yang Dilarang
Berdasarkan Pasal 153 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, terdapat beberapa alasan yang tidak diperbolehkan dalam melakukan PHK. Alasan-alasan tersebut antara lain:
- Pekerja sakit kurang dari 12 bulan secara terus-menerus.
- Pekerja sedang menjalankan kewajiban negara.
- Pekerja sedang melaksanakan ibadah.
- Pekerja menikah, hamil, melahirkan, atau menyusui.
- Pekerja memiliki hubungan keluarga dengan karyawan lain.
- Pekerja aktif dalam kegiatan serikat buruh atau serikat pekerja.
- Pekerja melaporkan pelanggaran hukum oleh perusahaan.
- Pekerja memiliki perbedaan pandangan politik, agama, atau ras.
- Pekerja dalam kondisi cacat tetap atau sakit akibat kecelakaan kerja.
Jika PHK dilakukan dengan alasan di atas, maka secara hukum PHK tersebut batal dan pengusaha wajib mempekerjakan kembali pekerja yang bersangkutan.
Alasan yang Diperbolehkan
Sebaliknya, terdapat juga alasan sah yang dapat digunakan pengusaha untuk memutuskan hubungan kerja, antara lain:
- Masa percobaan tidak lulus.
- Berakhirnya kontrak kerja (PKWT).
- Karyawan melakukan pelanggaran berat.
- Karyawan dipenjara atau dihukum atas kasus hukum.
- Pelanggaran terhadap perjanjian kerja bersama.
- Karyawan mengundurkan diri secara sukarela.
- Perusahaan merger atau restrukturisasi.
- Perusahaan bangkrut atau mengalami kerugian.
- Pekerja meninggal dunia.
- Karyawan pensiun.
- Ketidakhadiran kerja lebih dari 5 hari berturut-turut tanpa keterangan.
- Karyawan sakit lebih dari 12 bulan.
Kewajiban Pengusaha Setelah PHK
Hak Pekerja yang Harus Dipenuhi
Apabila PHK telah diputuskan dan dijalankan sesuai prosedur, maka perusahaan wajib memberikan hak-hak pekerja yang terkena PHK. Beberapa hak yang wajib dipenuhi meliputi:
- Uang pesangon.
- Uang penghargaan masa kerja.
- Uang penggantian hak (cuti, ongkos pulang, dan lain-lain).
Besaran kompensasi ini ditentukan berdasarkan ketentuan yang diatur dalam PP Nomor 35 Tahun 2021 dan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003. Setiap komponen dihitung berdasarkan masa kerja, gaji terakhir, dan faktor lain yang relevan.
Upaya Banding dari Pekerja
Jika pekerja merasa tidak puas atau keberatan terhadap keputusan PHK yang diterimanya, maka ia dapat menempuh upaya hukum melalui pengajuan sengketa hubungan industrial. Prosedur ini melibatkan mediasi, konsiliasi, dan apabila diperlukan, proses persidangan di Pengadilan Hubungan Industrial (PHI).
Baca Juga: Cara Menghitung Uang Pesangon Pegawai PHK dan Pensiun
FAQ Seputar Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)
Apa yang dimaksud dengan pemutusan hubungan kerja?
Berdasarkan Pasal 1 Nomor 25 dari Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, pemutusan hubungan kerja atau PHK adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja atau buruh dengan pengusaha.
Apa saja 4 model pemutusan hubungan kerja?
Terdapat empat model PHK, yaitu:
- PHK bersifat demi hukum (misalnya karena meninggal dunia atau pensiun),
- PHK sepihak,
- PHK karena kondisi tertentu (seperti efisiensi perusahaan), dan
- PHK karena pelanggaran terhadap perjanjian kerja.
Apa bedanya dipecat dan di-PHK?
Perbedaan mendasar antara pemecatan dan PHK adalah: karyawan yang di-PHK dapat dipekerjakan kembali apabila kondisi perusahaan membaik, sementara karyawan yang dipecat umumnya tidak memenuhi syarat untuk dipekerjakan kembali.
Apakah seseorang dapat diputuskan hubungan kerjanya secara sepihak?
PHK sepihak oleh perusahaan tidak dibenarkan secara hukum. Perusahaan harus melalui proses perundingan terlebih dahulu. Jika perundingan tidak menghasilkan kesepakatan, maka PHK hanya dapat dilakukan setelah mendapatkan penetapan dari lembaga penyelesaian hubungan industrial.
Apakah resign termasuk PHK?
Secara teknis, resign atau pengunduran diri memang termasuk dalam kategori PHK. Namun, resign adalah keputusan sepihak yang datang dari karyawan, bukan perusahaan. Dalam hal ini, Anda tetap memiliki hak untuk menerima sejumlah kompensasi sesuai aturan perusahaan dan undang-undang yang berlaku.
Bolehkah perusahaan memecat karyawan?
Perusahaan diperbolehkan memecat karyawan yang terbukti melanggar ketentuan perjanjian kerja. Pemecatan dapat dilakukan apabila telah diberikan surat peringatan secara berjenjang (SP1, SP2, SP3), namun pelanggaran tetap dilakukan. Hal ini sesuai dengan Pasal 154A Ayat (1) huruf k.
Faktor apa saja yang dapat dikategorikan sebagai PHK?
Secara umum, PHK dapat terjadi karena tiga hal utama:
- Demi hukum (misalnya karena pensiun atau berakhirnya PKWT),
- Berdasarkan keputusan pengadilan, dan
- Karena pengunduran diri dari pihak karyawan.
Apa dampak pemutusan hubungan kerja?
PHK berdampak pada hilangnya sumber penghasilan bagi pekerja. Dampaknya bisa mencakup kesulitan finansial dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari dan beban psikologis yang mempengaruhi produktivitas dan kesejahteraan.
Karyawan PHK dapat apa?
Jika Anda terkena PHK, Anda berhak atas beberapa bentuk kompensasi seperti:
- Uang pesangon,
- Uang penghargaan masa kerja (UPMK),
- Uang penggantian hak (UPH), dan
- Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) dari BPJS Ketenagakerjaan.
Apakah karyawan yang dipecat dengan SP3 dapat pesangon?
Secara umum, jika Anda diberhentikan karena menerima SP3 akibat pelanggaran berat, maka Anda tidak berhak atas pesangon. Hal ini dikarenakan PHK akibat pelanggaran berat termasuk dalam kategori tidak menerima kompensasi.
Kena PHK harus lapor ke mana?
Jika Anda terkena PHK, laporan dapat disampaikan melalui situs resmi Kementerian Ketenagakerjaan di wajiblapor.kemnaker.go.id melalui menu “Laporan PHK” dengan melampirkan persyaratan yang diminta.
Bisakah HR membatalkan pemutusan hubungan kerja?
HRD dapat membatalkan PHK jika ternyata keputusan tersebut tidak didasarkan pada alasan yang kuat atau terdapat kekeliruan dalam prosedur. Namun, pembatalan ini hanya dapat dilakukan dalam situasi tertentu dan melalui pertimbangan mendalam.
Apakah PHK sepihak bisa dipidanakan?
Ya, apabila PHK sepihak dilakukan tanpa mengikuti prosedur hukum dan melanggar hak-hak pekerja, maka tindakan tersebut dapat diproses secara pidana.
Apakah lebih baik dipecat atau mengundurkan diri?
Secara umum, mengundurkan diri dengan baik dapat menjaga reputasi profesional dan memberikan peluang lebih besar untuk menerima referensi positif dari perusahaan sebelumnya.
Bagaimana jika karyawan menolak PHK?
Apabila Anda menolak PHK, penolakan tersebut harus disampaikan dalam waktu maksimal 7 hari kerja. Jika tidak mencapai kesepakatan, proses dapat dilanjutkan melalui perundingan bipartit, tripartit, hingga ke Pengadilan Hubungan Industrial (PHI).
Bisakah pemberi kerja langsung memberhentikan karyawan?
Pemberi kerja hanya dapat langsung memberhentikan karyawan jika terjadi pelanggaran berat. Dalam hal ini, perusahaan tetap harus mengikuti prosedur hukum yang berlaku.
Bisakah karyawan dipecat tanpa surat peringatan?
PHK tanpa pemberian surat peringatan dan tanpa alasan sah merupakan pelanggaran hukum. Anda berhak mengajukan tuntutan melalui jalur hukum jika mengalami hal tersebut.
Bolehkah perusahaan memberhentikan karyawan secara sepihak?
Merujuk pada UU Cipta Kerja (UU No. 6 Tahun 2023), perusahaan tidak diperbolehkan memecat karyawan secara sepihak tanpa alasan sah yang disertai bukti.
Berapa lama pemberitahuan pemutusan hubungan kerja?
Perusahaan wajib menyampaikan surat pemberitahuan PHK kepada karyawan dan/atau serikat pekerja paling lambat 14 hari kerja sebelum PHK dilakukan.
Apakah SP3 sama dengan PHK?
SP3 bukanlah PHK, namun dapat menjadi dasar bagi perusahaan untuk melakukan PHK apabila pelanggaran tetap dilakukan meskipun telah diberikan peringatan tertulis secara bertahap.
Apakah HRD harus hadir saat pemutusan hubungan kerja?
HRD seharusnya hadir dan terlibat dalam proses PHK untuk memastikan seluruh prosedur dilakukan secara adil, serta mendampingi baik karyawan maupun pihak manajemen selama proses berlangsung.
Apakah karyawan bisa menolak surat PHK dari perusahaan?
Ya, Anda memiliki hak untuk menolak surat PHK dari perusahaan dengan menyampaikan penolakan resmi secara tertulis. Penolakan ini dapat dilanjutkan melalui mekanisme penyelesaian perselisihan hubungan industrial sesuai dengan undang-undang.