Kompetensi kerap diasosiasikan dengan keahlian atau kemampuan seseorang dalam mengerjakan suatu hal. Tak terkecuali seorang karyawan di mana kompetensi mereka kerap diukur dan dievaluasi agar mereka tetap bisa bekerja secara efektif.
Nah, sebenarnya apa itu kompetensi karyawan dan bagaimana kita bisa mengukurnya agar perusahaan dapat berkembang lebih baik lagi? Berikut penjelasannya yang bisa Anda simak.
Apa Itu Kompetensi Karyawan?
Kompetensi karyawan adalah kombinasi antara pengetahuan, keterampilan, sikap, dan perilaku yang diperlukan seorang individu untuk melakukan tugas dan tanggung jawab pekerjaan secara efektif dalam suatu organisasi. Kompetensi menunjukkan kemampuan nyata karyawan dalam menghadapi tantangan kerja dan mencapai target perusahaan.
Kompetensi tidak hanya berbicara soal apa yang diketahui oleh karyawan, tapi juga bagaimana mereka menerapkannya dalam lingkungan kerja secara konsisten dan produktif.
Sementara itu, menurut KBBI, kompetensi berarti kemampuan atau keterampilan seseorang dalam hal ini adalah seorang karyawan.
Namun jika dijabarkan lagi, penjelasan mengenai kompetensi karyawan juga tertuang di dalam UU Ketenagakerjaan No 13 Tahun 2003. Menurut UU Ketenagakerjaan, kompetensi adalah kemampuan seseorang dalam mengenal keterampilan, wawasan, serta sikap kerja yang sudah sesuai standar dan aturan yang telah ditetapkan oleh perusahaan.
Jadi harapannya ketika karyawan sudah memiliki kompetensi yang baik, mereka dapat mengerjakan tugas dengan lebih efisien sehingga baik perusahaan maupun karyawan mampu mencapai tujuan bersama.
Baca juga: Manfaat Pengembangan Karier bagi Karyawan
Jenis-Jenis Kompetensi Karyawan
Kompetensi karyawan merupakan fondasi penting dalam pengelolaan sumber daya manusia (SDM) yang efektif. Kompetensi ini menggambarkan sejauh mana seorang karyawan mampu menjalankan tugas dan tanggung jawabnya sesuai dengan peran dalam organisasi. Secara umum, kompetensi dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa kategori utama, antara lain kompetensi inti, kompetensi fungsional, kompetensi peran, kompetensi perilaku, dan kompetensi teknis. Masing-masing jenis kompetensi ini memiliki karakteristik, tujuan, serta implementasi yang berbeda di lingkungan kerja. Berikut penjelasan rinci mengenai setiap jenis kompetensi.
Kompetensi Inti
Kompetensi inti (core competencies) adalah seperangkat nilai, prinsip, dan keterampilan dasar yang menjadi identitas budaya perusahaan serta harus dimiliki oleh seluruh karyawan tanpa terkecuali. Kompetensi ini tidak terbatas pada level jabatan tertentu, melainkan menjadi standar perilaku universal yang mencerminkan nilai-nilai organisasi. Tujuannya adalah menciptakan kohesi internal dan arah yang jelas bagi seluruh anggota tim dalam mendukung visi dan misi perusahaan.
Contoh umum dari kompetensi inti antara lain integritas, kerja sama tim, orientasi pelanggan, dan komitmen terhadap kualitas. Misalnya, dalam perusahaan yang menekankan integritas sebagai nilai inti, maka setiap karyawan diharapkan bertindak secara jujur, transparan, dan bertanggung jawab dalam setiap aktivitas pekerjaan. Begitu pula dengan orientasi pelanggan, di mana semua departemen — baik yang berinteraksi langsung dengan konsumen maupun tidak — diharapkan tetap memprioritaskan kepuasan pelanggan sebagai prinsip dasar.
Implementasi kompetensi inti biasanya dimulai sejak proses rekrutmen. Kandidat dipilih tidak hanya berdasarkan kemampuan teknis, tetapi juga seberapa cocok mereka dengan nilai-nilai perusahaan. Selain itu, kompetensi inti dijadikan acuan dalam evaluasi kinerja tahunan, pelatihan SDM, hingga pengembangan jenjang karier.
Kompetensi Fungsional
Kompetensi fungsional adalah keterampilan, pengetahuan, dan sikap yang diperlukan untuk melaksanakan pekerjaan sesuai fungsi spesifik dalam organisasi. Jenis kompetensi ini bersifat teknis dan operasional, dan umumnya berbeda-beda tergantung pada jabatan, divisi, maupun bidang keahlian tertentu. Kompetensi fungsional tidak bersifat universal, tetapi disesuaikan dengan kebutuhan unit kerja dan struktur organisasi.
Sebagai contoh, seorang staf keuangan harus memiliki kompetensi fungsional dalam hal akuntansi, pengelolaan anggaran, penggunaan perangkat lunak akuntansi seperti Mekari Jurnal atau SAP, dan pemahaman regulasi pajak. Sementara itu, karyawan di divisi pemasaran perlu menguasai keterampilan komunikasi, perencanaan kampanye digital, analisis pasar, dan pengelolaan media sosial.
Untuk mengembangkan kompetensi fungsional, perusahaan biasanya menyelenggarakan pelatihan teknis secara berkala. Evaluasi terhadap kompetensi ini dilakukan melalui penilaian kinerja berbasis hasil (performance-based review) atau uji kompetensi tertentu. Hal ini penting agar setiap karyawan dapat menjalankan tugasnya secara efektif sesuai dengan ekspektasi peran.
Kompetensi Peran
Kompetensi peran (role competencies) adalah seperangkat kemampuan dan sikap yang mencerminkan cara seorang karyawan menjalankan perannya di dalam struktur organisasi maupun dalam tim kerja. Kompetensi ini berfokus pada tanggung jawab interpersonal dan tanggung jawab terhadap tim, serta kemampuan dalam memimpin atau mengikuti sesuai posisi dalam hierarki organisasi.
Sebagai contoh, seorang manajer lini pertama harus memiliki kompetensi peran dalam mengelola tim kecil, memberikan umpan balik yang konstruktif, serta menyelesaikan konflik internal. Sementara itu, seorang karyawan biasa diharapkan mampu menjalankan perannya sebagai anggota tim yang kooperatif, disiplin, dan responsif terhadap arahan atasan.
Kompetensi peran sangat penting dalam keberhasilan kerja kolaboratif dan penyelesaian proyek lintas fungsi. Oleh karena itu, perusahaan sering mengintegrasikan pelatihan kepemimpinan, pembinaan tim, dan pelatihan komunikasi interpersonal dalam pengembangan kompetensi ini. Evaluasi kompetensi peran juga dapat dilakukan melalui 360-degree feedback yang melibatkan atasan, rekan sejawat, dan bawahan.
Kompetensi Perilaku Karyawan
Kompetensi perilaku (behavioral competencies) merujuk pada aspek kepribadian dan sikap kerja seorang karyawan dalam berinteraksi dengan orang lain maupun dalam menanggapi situasi kerja tertentu. Kompetensi ini mencakup dimensi seperti pengambilan keputusan, kemampuan berpikir kritis, fleksibilitas, integritas, dan tanggung jawab sosial.
Contoh nyata dari kompetensi perilaku adalah kemampuan karyawan untuk tetap tenang di bawah tekanan, bersikap profesional dalam situasi konflik, serta menunjukkan inisiatif untuk menyelesaikan masalah tanpa menunggu instruksi. Kompetensi ini tidak selalu diajarkan secara formal, tetapi dapat dibentuk melalui pengalaman kerja, budaya perusahaan, dan program pelatihan soft skill.
Pentingnya kompetensi perilaku terletak pada pengaruhnya terhadap atmosfer kerja secara keseluruhan. Karyawan yang memiliki kompetensi perilaku yang baik dapat menciptakan lingkungan kerja yang positif, meningkatkan kolaborasi, dan mendorong pertumbuhan produktivitas tim. Pengembangan kompetensi perilaku biasanya dilakukan melalui coaching, mentoring, atau pelatihan perilaku kerja profesional.
Kompetensi Teknis
Kompetensi teknis adalah keterampilan dan pengetahuan spesifik yang berkaitan langsung dengan pelaksanaan tugas-tugas profesional yang bersifat teknis. Kompetensi ini umumnya bersifat praktikal dan membutuhkan pelatihan atau pendidikan tertentu untuk dapat dikuasai secara optimal.
Sebagai contoh, dalam industri teknologi informasi, kompetensi teknis mencakup kemampuan dalam bahasa pemrograman (seperti Python atau Java), penguasaan sistem basis data, atau pengembangan aplikasi. Sementara itu, di bidang manufaktur, kompetensi teknis dapat meliputi pengoperasian mesin CNC, pemahaman sistem kualitas ISO, atau keterampilan dalam kontrol mutu.
Kompetensi teknis bersifat dinamis dan perlu diperbarui secara berkala agar sesuai dengan perkembangan teknologi dan industri. Oleh sebab itu, pelatihan teknis, sertifikasi profesional, dan uji kompetensi menjadi bagian penting dari strategi pengembangan SDM dalam perusahaan.
Baca juga: Mengenal Apa Itu Talent Pool
Bagaimana Cara Mengukur Kompetensi Karyawan?
Pengukuran kompetensi karyawan adalah sekumpulan proses untuk mengukur kompetensi yang dimiliki karyawan dengan standar yang sudah ditetapkan oleh perusahaan. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan informasi mengenai apakah karyawan tersebut mampu melakukan pekerjaannya dengan baik dan memenuhi standar yang telah ditentukan.
Untuk mengukurnya, HR perlu melakukan penilaian kompetensi dengan beberapa metode assessment. Setiap perusahaan pun memiliki metode assessment yang berbeda-beda yang digunakan sesuai kebutuhan. Berikut adalah beberapa di antaranya.
Metode 360-Degree Review
Metode 360-Degree Review merupakan salah satu teknik penilaian kompetensi yang paling banyak digunakan di berbagai sektor industri. Pendekatan ini mengandalkan pengumpulan umpan balik atau feedback dari berbagai pihak yang berinteraksi langsung dengan karyawan, baik itu atasan langsung, rekan sejawat, bawahan, hingga klien atau mitra kerja eksternal. Keunikan dari metode ini adalah kemampuannya untuk menyajikan sudut pandang yang menyeluruh terhadap perilaku dan kinerja karyawan dalam berbagai situasi kerja.
Dalam praktiknya, pelaksanaan 360-Degree Review biasanya dilakukan secara berkala, misalnya setiap semester atau satu tahun sekali. Feedback diberikan secara anonim untuk mendorong kejujuran dan objektivitas penilaian. Beberapa aspek yang dinilai melalui metode ini antara lain kepemimpinan, komunikasi, kemampuan menyelesaikan konflik, kerja tim, inisiatif, serta etika kerja.
Kelebihan metode ini terletak pada tingkat akurasi dan kredibilitas hasil penilaian yang tinggi, mengingat data berasal dari berbagai pihak. Namun, kelemahan utamanya adalah potensi bias jika responden tidak memberikan penilaian secara objektif. Oleh karena itu, perusahaan harus memastikan bahwa budaya feedback sudah tertanam dalam organisasi sebelum menerapkan metode ini secara luas.
Assessment Center: Simulasi Kompetensi dalam Lingkungan Terkontrol
Assessment Center adalah metode pengukuran kompetensi yang melibatkan sejumlah peserta untuk mengikuti serangkaian tes atau simulasi yang dirancang menyerupai situasi kerja nyata. Biasanya, proses ini dilakukan di tempat khusus (in-house atau bekerja sama dengan pihak eksternal) dan dipandu oleh asesor profesional yang telah terlatih.
Dalam assessment center, peserta akan menjalani berbagai jenis ujian seperti diskusi kelompok, studi kasus, presentasi individu, hingga wawancara berbasis kompetensi. Tujuannya adalah untuk mengamati perilaku, reaksi, dan keterampilan peserta dalam menghadapi tantangan kerja yang kompleks.
Keunggulan utama metode ini adalah kemampuannya dalam mengukur kompetensi secara langsung dan kontekstual, seperti kepemimpinan, komunikasi efektif, kemampuan berpikir strategis, serta kemampuan bekerja dalam tim. Hasil dari assessment center sering dijadikan acuan dalam promosi jabatan, rekrutmen untuk posisi manajerial, hingga penempatan talent dalam program talent pool perusahaan.
Kelemahan dari metode ini adalah biaya dan waktu yang cukup besar, karena melibatkan banyak pihak dan proses yang intensif. Meski begitu, untuk posisi strategis, assessment center tetap menjadi metode yang sangat direkomendasikan.
HR Cost Accounting: Evaluasi Efektivitas Investasi SDM
HR Cost Accounting adalah metode penilaian kompetensi dengan pendekatan kuantitatif, yakni dengan membandingkan antara biaya yang telah dikeluarkan perusahaan untuk karyawan dan kontribusi atau nilai yang berhasil dihasilkan oleh karyawan tersebut. Biaya tersebut mencakup gaji, tunjangan, pelatihan, serta fasilitas lain yang diberikan oleh perusahaan.
Metode ini sangat berguna untuk menilai efisiensi penggunaan anggaran HR dan seberapa besar imbal balik yang didapat dari investasi tersebut. Dalam proses ini, perusahaan akan menganalisis apakah biaya tinggi yang dikeluarkan untuk karyawan A, misalnya, benar-benar sepadan dengan output kerja, kontribusi strategis, dan loyalitasnya terhadap organisasi.
Namun, kekurangan dari metode ini adalah tidak semua kontribusi karyawan dapat dinilai secara kuantitatif, terutama untuk pekerjaan berbasis soft skill seperti divisi kreatif atau hubungan masyarakat. Oleh karena itu, metode ini lebih cocok dipadukan dengan pendekatan kualitatif lainnya seperti 360-Degree Review atau Field Observation.
Management by Objectives (MBO): Mengukur Melalui Target
Management by Objectives (MBO) adalah pendekatan pengukuran kompetensi berbasis pencapaian target kerja yang telah disepakati antara atasan dan bawahan. Dalam metode ini, proses penilaian dimulai dengan perumusan tujuan spesifik yang harus dicapai dalam kurun waktu tertentu, misalnya satu kuartal atau satu tahun.
Target kerja ini bersifat konkret dan terukur, seperti jumlah proyek yang diselesaikan, tingkat kepuasan pelanggan, atau peningkatan volume penjualan. Kinerja karyawan kemudian dievaluasi berdasarkan capaian terhadap tujuan tersebut.
Keunggulan MBO terletak pada fokusnya yang sangat kuat pada hasil (result-oriented), sehingga mendorong karyawan untuk lebih produktif dan efisien. Metode ini juga membuka ruang dialog antara manajer dan karyawan tentang ekspektasi serta hambatan yang dihadapi selama pelaksanaan kerja.
Namun, salah satu kelemahan metode ini adalah ketidaksesuaian untuk posisi yang pekerjaannya bersifat administratif atau operasional yang tidak memiliki indikator hasil yang jelas. Maka dari itu, perlu adanya fleksibilitas dalam pengaplikasiannya di berbagai divisi.
Field Review: Observasi Langsung Perilaku Kerja
Field Review atau Observasi Lapangan merupakan metode klasik namun tetap relevan hingga kini dalam mengukur kompetensi kerja karyawan. Dalam pendekatan ini, seorang evaluator atau manajer akan mengamati secara langsung aktivitas karyawan di tempat kerja, mulai dari cara berinteraksi dengan tim, pengambilan keputusan, hingga cara menangani masalah operasional.
Metode ini sangat efektif untuk melihat kompetensi perilaku dan kemampuan adaptif yang tidak selalu terlihat melalui dokumen atau laporan kinerja. Selain itu, field review juga memberi pemahaman tentang faktor lingkungan kerja yang memengaruhi kinerja karyawan.
Kelebihan dari metode ini adalah kemampuannya memberikan insight yang bersifat real-time dan kontekstual. Namun, tantangan terbesarnya adalah potensi bias dari penilai jika tidak dilakukan secara objektif dan sistematis. Oleh karena itu, evaluasi perlu dilakukan oleh pihak yang netral, atau didukung oleh formulir penilaian standar.

Mendefinisikan Kompetensi Karyawan dengan Competency Management
Mekari Talenta juga memiliki fitur bernama Competency Management yang memungkinkan HR untuk mengelola kompetensi setiap karyawan di semua divisi, mulai dari proses pendefinisian hingga menghasilkan insight berdasarkan hasil penilaian kinerja.
Fitur-fitur dari Competency Management di antaranya adalah sebagai berikut.
- Memungkinkan HR untuk mendefinisikan kompetensi masing-masing posisi di perusahaan
- Mendefinisikan skor standar di setiap level posisi
- Menjalankan kompetensi karyawan berdasarkan tugas-tugas mereka
- Mendapatkan insight dari gap kompetensi yang terlihat pada hasil penilaian kinerja
- Membantu HR membangun rencana pengembangan karier dengan tepat.
Dengan fitur ini, HR dapat membuat perencanaan penilaian kinerja yang lebih baik.
Membantu HR Mengukur Kompetensi Karyawan Melalui Succession Plan
Itulah tadi beberapa cara dalam mengukur kompetensi. Penilaian kompetensi ini juga sangat penting karena salah satunya adalah untuk mencari suksesor baru yang bisa menggantikan posisi-posisi penting di masa depan.
Membantu Anda untuk tetap bisa memantau karyawan dengan mudah, Anda bisa menggunakan fitur Succession Plan dari software HRIS Mekari Talenta. Dengan fitur ini, Anda dapat memfasilitasi kebutuhan suksesor di perusahaan Anda.
Fitur ini juga dapat terintegrasi dengan fitur pengelolaan performa lainnya seperti penilaian kinerja dan manajemen KPI. Jadi, progres pencapaian karyawan dapat diakses dan dianalisis dengan mudah datanya untuk proses succession planning yang baik.
Tertarik menggunakan Mekari Talenta? Anda bisa mencoba demo aplikasinya secara gratis dengan mendaftarkan perusahaan Anda pada form berikut ini.
Konsultasikan juga permasalahan HR di perusahaan Anda dengan menghubungi tim ahli kami di sini.